Ibunya pergi meninggalkan kewajibannya saat Nanon hanyalah seorang bocah yang tidak bisa memakai popoknya sendiri, Ayahnya jarang sekali memberi kabar setelah menikah dengan seorang janda kaya. Nanon terkekeh sembari otaknya yang lelah memutar ulang disaat Ia masih berharap akan keajaiban, entah itu kepada Tuhan yang sekarang Ia anggap tidak nyata, ataupun terhadap manusia-manusia dengan hati yang tergelapkan. Beberapa tahun setelahnya, semenjak sang pemimpin negeri tercinta memutuskan untuk melegalkan tindak diluar akal terhadap para pemabuk maupun pengedar barang illegal yang gagal memuaskan gairah tikus keparat negara, hidupnya diombang-ambingkan oleh semesta dengan mudahnya. Dulu, Nanon akan pulang dari sekolahnya, disambut dengan keheningan tanpa akhir yang akan tetap tinggal di rumahnya. Seluruh sisi dari kehidupannya sudah berubah secara sinting. Satu-satunya hal yang Nanon ingat ialah, Nanon memutuskan untuk berhenti bertukar sapa dengan Tuhannya Yang Maha Esa semenjak ia berumur tujuh belas tahun, tepat di hari ulang tahunnya. Sudah berapa tahun lamanya semenjak Nanon terakhir kali mendedikasikan kehidupan malangnya kepada Tuhan? Dia sudah tidak tahu lagi, dia tidak ingat. Tatapan kosongnya berpindah dari tangannya yang berbalut merah segar menuju sebuah salib berukuran raksasa yang sedang menggantung di depannya.